Oleh Dicky Pratama
Sekitar seminggu yang lalu, tepatnya pada hari Rabu, 8
April 2020 Komunitas Muda Nuklir Nasional bersama dengan Mr, Bob S. Efendy
selaku perwakilan ThorCon International, Pte,Ltd. yang ada di Indonesia melakukan
diskusi memanfaatkan media social Instagram. Judul diskusi yang diangkat adalah
“Tantangan Dalam Pengembangan Nuklir Dari Kacamata Perusahaan Nuklir”, live
instagram ini berlangsung mulai pukul 14:00-16:45 WIB. Diskusi ini diikuti oleh
sekitar 55 audience yang senantiasa mendengarkan pemaparan dan sesekali
mengajukan pertanyaan kepada narasumber. Dicky Pratama selaku moderator dan
pemantik diskusi pada sore itu banyak menanyakan perihal hambatan, urgensi, dan
latar belakang pihak perusahaan nuklir dalam kesempatan kali ini ThorCon
berkeinginan mendirikan PTLN dengan bahan bakar Thorium, ThorCon sendiri
ternyata sudah berdiri sejak tahun 2015 di Indonesia.
“ThorCon akan bekerja sama dengan PT PAL Indonesia (Persero), yang merupakan Badan Usaha Milik Negara
(BUMN) yang bergerak di sektor industri galangan kapal, kerjasama ini bernilai
sekitar Rp. 1 Trilliun. Thorcon yakin reaktor beserta komponen pendukung dapat
dibuat PAL Indonesia yang terbukti berpengalaman membuat kapal dan konstruksi
besi dengan standar dunia lebih dari empat dekade.”-Kata Pak Bob.
“Apabila industri nuklir nasional
terealisasi melalui kerja sama ini, maka akan membuka ribuan lapangan
pekerjaan. Bukan saja bagi para pakar nuklir Indonesia tetapi berbagai disiplin
ilmu lainnya dan menempatkan Indonesia sebagai center of excellence dunia dari teknologi nuklir maju,” Pak Bob
Menambahkan
PLTT berkapasitas 500 MW ini juga dapat
menghasilkan listrik bersih yang lebih murah dari batu bara, dengan menggunakan
model desain struktur kapal dengan panjang 174 meter dan lebar 66 meter, yang
setara dengan kapal tanker berukuran besar. Rencananya, kapal akan dibangun
oleh Daewoo Shipyard & Marine Engineering (DSME) di Korea Selatan.
Indonesia dengan jumlah penduduk sekitar 270 juta jiwa,
tidak bisa selamanya bertahan dengan memanfaatkan sumber energi dari fossil
seperti yang digunakan saat ini. Indonesia butuh sumber energi baru dan terbarukan
seperti Thorium. Sebab Thorium di Indonesia sangat melimpah jumlahnya. Tidak
bisa dipungkiri memang, PLTN memang masih menjadi hal yang tabu bagi masyarakat
Indonesia karena dianggap berbahaya. Namun, TSMR500 yang dikembangkan oleh
ThorCon ini diclaim aman, sebab bahan bakarnya berbentuk cair sehingga pengoperasiannya
tidak memerlukan tekanan. Adapun bahan bakar TSMR500 berupa 85% thorium
dan sisanya uranium. PLTN ini juga diclaim tanpa tekanan karena menggunakan, sehingga
kejadian seperti Fukushima dan Chernobyl tidak perlu dikhawatirkan terjadi. Selain
itu dikarenakan tanpa tekanan membuat bahan produksi TSMR500 menjadi lebih
murah dibandingkan pembangkit listrik lainnya karena tidak memerlukan
dinding baja yang tebal.
TSMR500 diklaim bisa memproduksi energi lebih murah
dibandingkan pembangkit listrik yang menggunakan bahan bakar batubara. "Overnight,
Rp 3 cent per kwh," jelasnya. Maksud dari overnight adalah
biaya tanpa memperhitungkan faktor-faktor diluar mesin. Sementara itu,
jika memperhitungkan faktor lain, harga yang ditawarkan kepada PLN sesuai
dengan kajian yang tengah berlangsung dengan ESDM, sebesar Rp. 6 hingga Rp 7
cent per KWH. Jika pemerintah memberikan kesempatan
untuk kapasitas ini terpasang tentunya akan menyerap banyak tenaga kerja,
perkiraan sekitar kurang lebih 10.000 orang. Dari lima negara dengan populasi
penduduk yang besar, yaitu China, Amerika Serikat, Rusia, India, Indonesia
merupakan satu-satunya yang belum memiliki PLTN. Itu sebabnya ThorCon melihat
itu sebagai peluang pasar yang besar.
Sumber daya thorium Indonesia dinilai
cukup banyak, bisa diperkirakan cukup hingga 1.000 tahun. Untuk uranium juga
banyak, ada di Kalan, Kalimantan Barat. Tetapi permasalahannya adalah walaupun
punya banyak sumber uranium, Indonesia tidak bisa memproses uranium itu karena
yang bisa kita pakai adalah uranium 235. Sedangkan yang tersedia di alam itu
hanya 0,7%, sedangkan yang di pakai di PLTN itu harus 3-5%. Sedangkan yang kita
pakai 19,7 persen sehingga harus diperkaya. Permasalahannya, negara-negara yang
sudah menandatangani pakta tidak boleh memperkaya uranium karena belum punya
fasilitas pengayaan sampai 20%, tapi jika lebih dari 20% itu bisa dipergunakan
untuk bahan bom. Jadi tetap walaupun kita punya uranium alam, hanya bisa kita
proses sampai yellow cake. Tetapi melalui thorium ada tiga tahapan menuju
kemandirian sehingga di tahap ketiga sama sekali tidak membutuhkan uranium235
karena thorium memiliki keunggulan sebab tidak bisa memicu atau menembak tapi
bisa melahirkan. Thorium bisa melahirkan uranium233. Uranium233
sifatnya bisa “menembak” atau meledak, tetapi dengan kemampuan yang lebih
bagus. Trobosan dari ThorCon ke depan adalah mulai mengembangkan reaktor tipe
pembiakkan seperti membiakkan uranium233 sehingga nantinya sama
sekali tidak akan membutuhkan U235 yang diimpor. Semua itu bisa
disebut “thorium close cycle”,
siklus tertutup thorium. Di visille-nya, atau penembak tadi bisa
diambil dari U233. Pada intinya, melalui siklus thorium ini jalur
menuju kemandirian energi itu ada.
Langkah nyata sudah dilakukan ThorCon
dengan melakukan kerjasama dengan PLN dan Indonesia Power pada tahun 2020 dan
diperkirakan pada tahun 2025 akan dilakukan Testing dari “Zero Power” dan bisa disaksikan oleh masyarakat. Harapannya PTLN
bisa didirikan dibeberapa wilayah yang memang tidak memiliki sumber daya untuk
memproduksi listrik, agar nantinya setiap wilayah bisa menekan nilai TDL sesuai
dengan otonomi daerah masing-masing. Sehingga listrik murah benar-benar bisa
dinikmati oleh masyarakat secara merata, bukan karena subsidi yang dipukul rata
satu harga tetapi menimbulkan dampak pembiayaan pada akhirnya.
Tim Redaksi
KOMMUN
Posting Komentar