Pada
tahun 2020 dimaksudkan menjadi tanda dimulainya
dekade pergerakan, tahun titik balik bagi iklim dan pembangunan berkelanjutan.
Namun, pandemi yang tak terduga, dengan konsekuensi yang menghancurkan bagi
masyarakat dan ekonomi serta memutarbalikkan semua rencana. Kondisi pandemi ini
juga berdampak besar pada sektor energi dunia. Dinamika pasar saat ini dapat
semakin melemahkan kelayakan sumber daya migas dan kontrak jangka panjang yang
tidak konvensional. Saatnya telah tiba untuk mengurangi atau mengarahkan bahan
bakar fosil ke energi alternatif.
Ada yang
berpendapat sudah saatnya Indonesia lebih memanfaatkan pembangkit listrik
energi terbarukan seperti air maupun tenaga surya untuk menghindari pemadaman.
Ada juga yang berpendapat Indonesia sudah seharusnya berani mengembangkan
pembangkit nuklir karena dinilai lebih stabil.
Solusi
mengembangkan pembangkit nuklir menjadi menarik karena kerap menjadi perdebatan
di sejumlah negara. Di Indonesia, meskipun pemanfaatan nuklir untuk kesehatan
dan pertanian sudah ada sejak 55 tahun lalu, energi ini tetap mengundang
kontroversi jika digunakan untuk pembangkitan listrik.
Padahal, sejumlah
industri sudah mencoba masuk ke Indonesia untuk mengembangkan sumber energi
baru di Tanah Air tersebut. Bulan lalu misalnya, Thorcon International Pte,
Ltd. mengutarakan niatnya untuk mengembangkan pembangkit nuklir di
Indonesia. PT Pal Indonesia (Persero) yang merupakan perusahaan plat
merah galangan kapal juga ikut ambil andil pada rencana proyek
tersebut.
Tidak hanya
industri yang tertarik, Rapat Komisi VII DPR RI pada bulan lalu juga riuh
dengan perbincangan yang ingin mendorong realisasi pembangkit nuklir di
Indonesia. Bahkan, salah satu kesimpulan yang dihasilkan dari rapat tersebut
adalah Komisi VII DPR-RI mendesak Menteri ESDM untuk segera mengkaji peluang
pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) masuk di Rencana Umum Ketenagalistrikan
Nasional (RUKN) 2019-2038 dan membandingkannya dengan biaya eksternal dengan
pembangkit fosil. Selain itu, Komisi VII DPR-RI sepakat dengan Menteri ESDM RI
untuk melaksanakan focus group discussion (FGD) tentang PLTN yang
diselenggarakan oleh PT PLN (Persero).
Sebenarnya, isu
nuklir untuk pembangkitan bukan hal baru di Indonesia. Menurut Kepala Badan
Tenaga Nuklir Nasional (Batan) Anhar Riza Antariksawan, Presiden Soekarno
bahkan sempat berujar, "Negara yang ingin maju harus menguasai antariksa
dan nuklir". Ungkapan tersebut keluar saat Soekarno meresmikan reaktor riset
nuklir pertama di Indonesia pada 1964.
Hingga saat ini,
Indonesia pun telah memiliki tiga pusat riset nuklir. Dalam reaktor penelitian
tersebut, Indonesia memanfaatkan nuklir berupa radiasi yang dihasilkan untuk
bidang kesehatan dan pertanian. Rupanya, radiasi nuklir yang keluar secara
alami dapat dimanfaatkan untuk mematikan sel kanker dan menghasilkan benih
tanaman yang lebih baik. Pemanfaatan nuklir tidak hanya berhenti di situ
saja. Nuklir juga dapat dimanfaatkan energinya untuk pembangkitan, tetapi memang
perlu pengembangan lebih lanjut.
Jika pembangkit
listrik tenaga uap (PLTU) memanfaatkan pembakaran batu bara atau pembangkit
listrik tenaga air (PLTA) memanfaatkan air untuk menggerakkan turbin, PLTN
memanfaatkan energi inti atom untuk menggerakkan turbin. Prinsipnya hampir
sama, hanya saja sumber tenaganya yang berbeda. Hal tersebut berlaku juga
dari segi faktor keamanan. Jika batu bara selama ini dianggap berbahaya karena
menimbulkan polusi, begitu juga dengan air yang berbahaya jika konstruksi bendungan
tidak kokoh, nuklir berbahaya karena menghasilkan radiasi yang dapat merusak
materi yang dilewati.
![]() |
Sumber : Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi
|
Kajian pembangunan pembangkit listrik tenaga
nuklir terus dilakukan hingga menemukan titik potensi pengembangan PLTN di
Indonesia. Kajian pembangunan di Jepara, Jawa Tengah sudah dilakukan dari tahun
2012. Sementara di Bangka dan Kalimantan secara berturut turut dilakukan pada
2012 dan 2014. Sementara saat ini kajian PLTN di NTB masih dilakukan, menimbang
pembangunan PLTN di Indonesia harus memperhatikan kondisi geografis yang
beresiko tinggi karena terletak di daerah gempa dan pada Ring of Fire.
Pengembangan nuklir untuk pembangkitan
listrik menjadi sebuah pilihan yang harus disepakati seluruh pemangku
kepentingan. Selain ketahanan energi, pengembangan PLTN harus tetap
mempertimbangkan aspek lingkungan hingga sosial. Sudah saatnya rasa takut
berlebihan dan berkepanjangan terhadap PLTN ini di akhiri. Sumber daya alam
ciptaan Ilahi sebagai bahan baku PLTN yang berupa Uranium dan Thorium
serta Teknologi Nuklir yang terus berkembang ini, harus di manfaatkan sebagai
ikhtiar untuk mensejahterakan masyarakat.
Posting Komentar