Nuklir
Sekarang untuk Masa Depan
Sudah
bukan issue yang baru lagi bahwa kebutuhan energi dunia semakin tahun akan
semakin meningkat seiring dengan jumlah penduduk yang semakin banyak. Dari
semenjak dicetuskan gagasan mengenai alternatif energi yang mengambil berbagai
bentuk dan metode, issue tersebut tidak surut malah makin menjadi pembahasan
yang serius. Berbagai pengalihan issue yang merujuk pada politik, ekonomi dan
kesehatan membuat pembahasan mengenai kelangkaan energi sedikit banyak menjadi
terlupakan.
Berdasarkan data Development in global primary energy consumption per energy resource,
and a possible scenario for future developments, yang bersumber dari: New Policies Scenario, IEA 2016b
pada tahun 2015, dunia mengonsumsi 146.000 TWh, lebih banyak 25 kali lipat
dibanding pada tahun 1900.
Dapat diprediksi bahwa 50 tahun yang akan
datang, permintaan dunia terhadap kebutuhan energi, terkhususkan pada negara-negara
maju, akan mengalami kenaikan yang cukup besar, di mana pengingkatan jumlah
daya tersebut digunakan untuk menyeimbangkan laju pertumbuhan ekonomi
masyarakat dan standar hidup pada masing-masing negara maju.
Perkara
tersebut tidak dibarengi dengan solusi yang cemerlang, belakangan penggunaan
bakan bakar fosil menimbulkan masalah baru bagi bumi, khususnya pada kasus
pencemaran lingkungan.
Berikut
3 dari sekian banyak aspek yang menjajikan mengenai nuklir yang worth it energi sekarang dan masa depan:
Ketersediaan
Bahan Bakar Nuklir yang Melimpah
Pada Nuklir, reaktor
fusi kebanyakan menggunakan bahan bakar fusi antara lain deuterium dan tritium.
Kedua atom yang bereaksi ini memiliki luas penampang penyerapan neutron yang
tinggi dibanding atom-atom ringan lainnya, sehigga memungkinan untuk terjadinya
pembentukan reaksi fusinya semakin tinggi. Dengan 70% permukaan bumi yang
merupakan air, menandakan bahwa ketersediaan deuterium akan selalu ada hingga
jutaan tahun lamanya. Sekitar 0,033 gram deuterium dapat diekstrak dari satu
liter air . Sedangkan untuk tritium, sudah sejak lama ditemukan bukti bahwa
tritium dapat diproduksi dari interaksi antara neutron dan lithium. Umumnya
litium ini banyak digunakan sebagai komponen baterai di gadget, yang
mana untuk satu baterai laptop dapat menghasilkan energi listrik yang kurang
lebih setara dengan 40 ton batubara. Sehingga dapat dipastikan bahwa kekhawatiran
pada ketersediaan bahan bakar untuk reaktor nuklir dapat dihilangkan.
Ramah
Lingkungan
Berdasarkan
gambar tersebut dapat diketahui bahwa sebagian besar masyarakat masih memiliki
ketergantungan yang besar terhadap bahan bakar batu bara dan minyak bumi.
Sementara dua bahan bakar tersebut merupakan bahan yang memiliki kontribusi
penyebaran polusi yang cukup besar.
Pada pembangkit listrik
fusi 1000 MW dihasilkan dari bahan bakar sebanyak 100 kg deuterium dan tiga ton
litium alami dalam setahun. Daya yang sebesar itu dapat menghasilkan 7000 MWh,
yang setara dengan energi listrik yang dihasilkan dari 1.5 juta ton batubara.
Di Eropa sendiri untuk konsumsi energi tersebut dapat menyumbangkan emisi gas
rumah kaca sebesar 78%. Kenyataannya di Indonesia saat ini untuk tiga PLTU
batubara, yang tersebar di Indramayu, Banten, dan Rembang dapat menghasilkan
daya sebesar 1700 MWtahun serta CO2 sebesar 16 ribu kTon. Oleh karena itu,
pilihan energi fusi sebagai energi alternatif menjadi pilihan yang baik
dikarenakan sedikit menghasilkan limbah. Tritium sendiri memang merupakan
partikel radioaktif, namun Karena memiliki umur hidup yang pendek, sehingga tidak
menjadi bahaya yang besar.
Ekonomis
Yang masyarakat butuhkan
dari alternatif energi tidak hanya karena ketersediaannya yang melimpah atau
energinya yang ramah lingkungan saja. Namun, diperlukan juga penggunaan energi
yang murah dan dapat dimanfaatkan oleh seluruh kalangan masyarakat.
Saat ini terdapat beberapa
opsi pembakit listrik tenaga nuklir di Eropa yang paling murah yaitu 2 unit
(2136 Mwe) AEO Novovronezh dari Rusia, dan termahal adalah PLTN 2 unit (1000
Mwe) NEK Belene dari Bulgaria. Sedangkan di Amerika Serikat PLTN Bruce Power
Alberta 2 unit (1100 Mwe) yang termurah dibandingkan yang lainnya. Sementara di
negara Asia seperti China dan Korea selatan, menghasilkan energi nuklir yang
termurah dari energi lain, rata-rata dan tertinggi adalah CGNPC Hongyanhe dari
China, yang menunjukan harga tarif listriknya rata-rata 40 mills/kWh. Sumber
lain menyebutkan, terdapat beberapa kajian tentang harga pembuatan bangunan pembangkit
listrik tenaga nuklir oleh beberapa instansi ternama, seperti Keystone Center
pada tahun 2207 yang menunjukkan bahwa variasi harga konstruksi PLTN berkisar
US$ 3600-4000/KW dengan harga listrik 8-11 cents/KWH, sedangkan dari Standard
and Poor’s and Moddy’s, menyebutkan biayanya sebesar US$ 5000-6000/KW.
Referensi
- Jurnal Ilmiah : Maemunah, I. R., Yuningsih, N., & Irwanto, D. (2019). Studi komparasi reaksi fisi dan fusi pada pembangkit listrik tenaga nuklir masa depan. Prosiding Seminar Nasional Fisika, 5, 473–481.
- https://www.world-nuclear.org/information-library/current-and-future-generation/world-energy-needs-and-nuclear-power.aspx#:~:text=Nuclear%20power%20provides%20over%2010,electricity%20on%20a%20large%20scale.
- https://www.whymap.org/EN/Themen/Energie/Bilder/EnergyStudy2016/ene_primary_energy_2015_g_en.jpg;jsessionid=AD07200CCA25D3046B96C3CEAC31B8DC.1_cid321?__blob=normal&v=4
- https://www.forbes.com/sites/williampentland/2011/09/11/is-thorium-the-biggest-energy-breakthrough-since-fire-possibly/#470fdec2146c
- https://bsn.go.id/assets/js/tiny_mce/plugins/jbimages/ci/uploads/images/Presentation1.jpg
Salam
Redaksi Kommun
Posting Komentar